Senin, 22 Juli 2013

Ramadhan Dan Lebaran Generasi 90-an

“Kebahagiaan itu sederhana” – Generasi 90an

Itulah sebuah kalimat yang saya dapatkan sehabis membaca salah satu buku yang sedang rame – ramenya sekarang. Banyak memori kembali teringat sepanjang saya membaca buku tersebut, tentang betapa bahagianya dulu ketika melewati masa 90an, dan tentunya banyak pula cerita yang masih asik untuk diceritakan di masa – masa sekarang.


Diantara berbagai memori yang muncul, teringat sebuah kenangan paling kuat yaitu disaat Ramadhan dan Lebaran Ramadhan 1419 H. Sekitar tahun 1998, saya masih sekolah dijenjang sekolah menengah pertama kelas 1. Tahun ke 3 saya mencoba berpuasa full dari subuh sampai magrib.

Satu malam sehabis salat magrib sebelum Ramadhan tiba, hampir semua anak – anak seumuran saya sudah berkumpul disekitaran masjid untuk melaksanakan Salat Sunat Tarawih yang pertama. Semuanya terlihat begitu antusias walaupun sebenarnya kita tidak pernah tau tentang keutamaan dan apa itu salat Tarawih. Dalam pikiran kita semua hanya tertaman Tarawih adalah waktu berkumpul sambil bermain dimalam hari, sebab pada bulan biasanya batas kita bermain hanya sampai adzan magrib berkumandang.

Sepanjang melaksanakan salat Isya semua anak terlihat khusuk menjalankannya. Namun, selepas itu barulah kebahagian versi kita, dimulai. Masih teringat jelas ketika rakaat pertama salat Tarawih malam itu, salah seorang teman saya berbuat iseng. Karena ayahnya bernama “amin”, disaat Imam selesai membacakan surat Al-fatihah, teman saya tersebut langsung mendahului dengan berteriak “BAPAAAKKU”.

Selain itu, ada juga ditengah – tengah salat Tarawih, salah seorang teman sengaja menambahkan kata “rais” disaat imam selesai membaca Al – fatihah, Sehingga kata yang seharusnya “Amin” terdengar menjadi “Aminnnn…rais”. Serentak semua jamaah tertawa meskipun diantaranya masih ada beberapa yang menggeleng - gelengkan kepala.

Ada juga kejahilan lain yang dilakukan oleh teman saya yang lain, ketika selesai sujud pertama, tangan sebelah kirinya sengaja memegang sarung teman saya lainnya, dan saat bangkit dari sujud kedua ketika akan berdiri, sekuat tenaga dia tarik sarungnya hingga melorot. Kembali semuanya tertawa terbahak – bahak karena teman saya hanya mengenakan celana dalam saja seperti halnya bapak – bapak.

Dan kekompakan itu pun tidak terjadi dalam tarawih saja, Selepas adzan ashar berkumandang, sekitar 10 hingga 15 anak sudah berkumpul disebuah lapang dimana disana banyak berbagai pohon tumbuh ada Mangga, Jambu, Markisa dan pohon jambu merupakan primadona kala itu karena sedang berduah. Ada peraturan lucu yang sengaja kita buat yaitu yang pertama datang berhak memilih pohon mana yang mau dia naiki yang terakhir datang tidak punya kesempatan untuk menaiki pohon yang ada disana. Dan jika kalian tau, Ngabuburit diatas pohon itu membuat kita lupa akan waktu, semilir angina yang meniup serta rindangnya daun membuat kita betah hingga adzan magrib datang.

Saking menyenangkannya Ramadhan dulu, tanpa terasa 30 hari berlalu cepat. Ada rasa sedih yang saya dan kita rasakan. Sedih karena mungkin berbagai kebahagiaan ketika ramadhan tidak bisa dilakukan lagi seperti bercanda saat tarawih, Ngabuburit bareng dan jam waktu malam pun mulai ditiadakan oleh orang – orang tua kita.

Lebaran saat itu pun tiba, dan satu hal yang paling ditunggu ketika lebaran adalah memenuhi isi dompet. Karena dulu kakek masih ada, jadi saat lebaran pasti rumah saya dijadikan tempat untuk Open House, artinya tempat berkumpul semua keluarga. Mulai dari keluarga paling jauh hingga terdekat. Dan biasanya, saudara – saudara selalu memberikan uang pada anak – anak kecil jenjang pendidikan TK sampai SMP. Selain dompat yang terisi penuh oleh uang pemberian saudara, saya merasa ada kehangatan dirumah setiap lebaran tiba. Orang tua yang bercanda dengan versi mereka, Bertemu dengan saudara – saudara seumuran dan berbagai jenis makanan ada dirumah.

Namun, sekarang kakek saya sudah tiada hingga setiap lebaran tiba hanya sebagian keluarga yang berkunjung kerumah. Banyak yang berubah dimasa dulu dan sekarang dalam melaksanakan Ramadhan dan Tarawih. Sekarang dimana orang – orang sibuk memainkan smartphonenya, lebih antusias mengupdate status dibanding ngobrol secara langsung dengan orang. Dan pohon – pohon yang dulu berjejer tegak dilapang telah hilang berganti rumah – rumah yang berdiri.


Memang benar apa yang ditulis dalam buku generasi 90-an. Bahagia itu sederhana. Sesederhana tertawa ketika tarawih sewaktu kecil dulu, Sesederhana naik pohon bersama, sesederhana memenuhi isi dompet kala lebaran tiba dan sesederhana pikiran kita agar bisa tetap bahagia. 

mau yang lebih menyenangkan, klik aja disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar